Kenapa Harus Pelatih yang Selalu Dipecat?
Pelatih memang pada dasarnya adalah sebuah arsitek, yang membangun suatu tim menjadi satu kesatuan yang utuh, dan bisa bekerjasama dengan baik. Layaknya seorang arsitek bangunan, pelatih juga membutuhkan skema rancangan yang baik dan benar sebelum memulai pertandingan.
Jika pada arsitek bangunan dibutuhkan kerjasama dengan kuli bangunan, pelatih juga membutuhkan kerjasama dengan para pemain, fans hingga pihak manajemen klub. Dengan menjalin kerja sama yang baik maka suatu pencapaian yang luar biasa bisa tercipta.
Tapi mengapa disaat kegagalan hanya nama pelatih yang harus tercoreng? Hingga merusak track record yang telah dimilikinya? Padahal dalam satu tim terdiri dari pelatih, pemain dan pengelola klub. Adilkah perlakuan ini?
Berkaca dari kasus pemecatan Louis van Gaal yang belum lama ini menjadi tranding topik, pantaskah seorang LVG mendapatkan pemecatan sepihak ini? Saya sebagai penulis amatir menganggap hal ini kurang pantas, padahal ia berhasil memberikan satu piala pada Setan Merah.
Jika kalian flashblack, kedatangan LVG ke Old Trafford bukan didasari atas kemauannya sendiri, melainkan ada pihak manajemen yang telah merundingkan untuk memilihnya.
Apa pihak manajemen disalahkan atas kegagalan United saat ini? Saya rasa tidak terlalu disalahkan, karena semua mata tertuju pada van Gaal. Pihak manajemen sebenernya telah memilih dengan sangat cermat, berlandaskan dari data yang ia peroleh soal pencapaian hingga cara kepelatihan van Gaal, dari data tersebutlah pihak manajemen klub yakin timnya bisa cocok dengan cara kepemimpinan pria asal Belanda tersebut.
Kita lihat hasilnya, disaat ia dianggap gagal menangani United, apakah pihak manajemen jadi sumber utama yang salah? Padahal mereka yang memilihnya dan sama-sama menggelontorkan dana untuk merekrut seorang van Gaal. Mereka pun belum tentu mau memberikan waktu lebih pada pelatih tersebut, padahal seorang pelatih pasti membutuhkan waktu untuk merakit sebuah tim yang memang tidak sesuai dengan cara bermainnya.
Perlu diketahui, ini adalah bukan kali pertama pihak manajemen United menunjuk seorang pelatih, sebelumnya ada David Moyes yang juga dianggap gagal.
Terlepas dari hal itu, mungkin kalian masih ingat dengan Roberto Di Matteo, pria plontos yang pernah mempersembahkan trofi Liga Champions untuk pertama kalinya pada Chelsea, tapi lihat apa yang terjadi, ia pun harus mengalami pemecatan pada tanggal 12 November 2012. Kejam mungkin kalimat yang pas untuk pelatih yang satu ini, seperti pribahasa “Habis Manis Sepah Dibuang”.
Masih banyak pelatih yang mengalami nasib seperti ini, tapi mungkin ini yang dinamakan sepakbola masa modern, dimana segalanya bergantung pada uang dan bisnis jadi sandaran utama.
Jika kita ingat jawaban Van Gaal saat ia dikritik habis oleh media akibat cara kepelatihannya yang dianggap tidak benar, saya setuju dengan jawaban pria asal Belanda itu, dimana ia mengatakan “Ini strategi saya, baik dan buruk hasilnya nanti, karir saya sebagai pelatih yang jadi taruhannya.” #FilosofiLVG.
Jawaban itu memang benar, karena setiap pelatih pasti memiliki caranya sendiri untuk membangun suatu tim yang kokoh, pihak manajeman, pemain hingga fans sebenarnya hanya harus ikut mendukung dan memberikan saran bukan memberikan kritik. Tapi dalam hal ini, Van Gaal kembali disalahkan.
Sedangkan dari segi pemilihan pemain, keputusan pelatih untuk memainkan hingga mencadangkan pemain pasti atas dasar pemikirian yang panjang, ada sebagian pelatih yang lebih suka dengan pemain muda, ada pula yang tidak begitu percaya pada pemain muda, dan itulah sebenarnya gaya permainan yang dimiliki oleh seorang pelatih. Tapi nyatanya kedua pemikiran diatas bisa menjadi bumerang bagi pelatih itu sendiri.
- Pelatih yang percaya dengan pemain muda
Disaat kegagalan sebuah tim yang dihuni oleh pemain muda, ada yang beranggapan bahwa sang pelatih begitu bodoh, karena memainkan para pemain muda yang notabennya tidak memiliki jam terbang yang cukup banyak, sehingga membuat mentalitas tim ikut menurun.
- Pelatih yang kurang percaya pada pemain muda
Jenis pelatih ini dianggap kejam, jarangnya pemain muda yang ia turunkan pada setiap laga, dianggap mematikan pergerakan para pemain muda. Karena sebagian berpendapat bahwa setiap pemain muda harus mendapatkan jam terbang yang banyak guna menjadikannya sebagai pemain bintang di kemudian hari.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh sang pelatih? Pasti difikiran kalian adalah mencampurkan sebagian pemain muda dan tua, apakah kalian berfikir setiap posisi, setiap lini, di permainan sepakbola adalah sesuatu yang fital, dimana ada sisi yang lemah maka akan menjadi santapan empuk bagi lawan.
Atau mungkin difikiran kalian “memainkan pemain muda diwaktu yang tepat.” Pertanyaannya adalah kapan waktu yang tepat itu datang? Akhir musim? Bagaimana jika pertandingan di kompetisi tersebut ketat hingga akhir musim? Sedangkan pelatih membutuhkan pemain yang berpengalaman dan juga yang telah memiliki jam terbang lebih banyak?
Berbicara soal pemain, mungkin sebagian rebuters tau, bahwa ada manajemen yang suka menjual pemainnya disaat usia mereka memasuki kepala 3. Tanpa memikirkan kontribusi apa yang telah sang pemain berikan, tanpa memikirkan bahwa sang pemain telah mengabdi pada klub tersebut sejak usianya masih muda.
Pemain sepert ini selayaknya menjadi legenda bagi klubnya dan tetap bersergam klub tersebut hingga gantung sepatu. Tapi inilah sepakbola modern, dimana pemain tua dianggap sudah tidak bisa berkontribusi dan alangkah baiknya dijual sehingga menghasilkan uang.
Inilah dimana saya sebagai penulis berfikir bahwa setiap pelatih memiliki caranya sendiri, dan ia membutuhkan dukungan yang besar, selain itu setiap cara yang diambil oleh pelatih seperti mendatangkan pemain, memilih pemain inti, hingga skema permainan sudah difikirkan matang-matang olehnya dan bertujuan untuk menjalankan setiap rencananya untuk mencapai sesuatu yang luar biasa.
Kemudian menurut saya, beberapa pelatih yang paling beruntung saat ini adalah Jurgen Klopp serta Massimiliano Allegri, dimana Klopp masih sangat disanjung oleh tim yang pernah dia asuh meski sering mengalami kegagalan di partai final, sedangkan Allegri meski gagal bersama Milan, ia tetap mendapatkan kepercayaan menggantikan Conte di Juventus, yang lebih hebatnya lagi, Allegri memiliki kesamaan cara bermain dengan Juve, sehingga pasukan Nyonya Tua bisa tampil stabil sampai scudetto 5 kali secara beruntun.
Masihkah kalian berfikir untuk menyalahkan atau menyudutkan seorang pelatih yang gagal setelah membaca artikel ini?
*) Saya sebagai penulis pun mempersilahkan para pembaca yang ingin menambahkan atau sharing soal nasib seorang pelatih silahkan masukan di kolom komen dibawah. (sumber: rebutbola.com)
Baca juga nih "Tahapan proses transfer seorang pemain sepakbola" atau bagi yang punya nyali bisa liat artikel saya yang judulnya "5 Cedera Patah Kaki Dikalangan Sepakbola Eropa"
Baca juga nih "Tahapan proses transfer seorang pemain sepakbola" atau bagi yang punya nyali bisa liat artikel saya yang judulnya "5 Cedera Patah Kaki Dikalangan Sepakbola Eropa"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar